Beberapa
hari lalu di timeline fb saya ada yang memposting isinya “Beruntunglah bagi
pasangan yang telah menikah dan mereka berdua memulainya dari bawah. Mensyukuri
mobil mereka, karena mereka berdua pernah merasakan panas hujan dengan sepeda
motor. Menyenangi spring bed baru mereka, karena mereka berdua pernah tidur
bersama di atas sebuah kasur busa kecil terharu dengan rumah pribadi mereka,
karena dulu mereka pernah tinggal hanya di sebuah kost. Beruntunglah para pria
yang memiliki wanita yang begitu mencintai mereka dan mendampingi di saat-saat
perjuangan menuju kehidupan yang lebih baik. Hari ini …belajarlah untuk
menghargai pasanganmu bukan karena kekayaannya.” Dilengkapi dengan foto
laki-laki dan perempuan yang tertawa gembira menaiki sepeda tua.
Saat
membaca postingan tersebut, memori ini langsung membawa saya kembali menelusuri
lembaran-lembaran kisah perjalanan saya untuk menuju gerbang pernikahan yang
membuat saya jadi tersenyum-senyum sendiri saat mengingatnya.
Saya
masih ingat bagaimana sulitnya meyakinkan orang tua saat itu bahwa saya ingin
menikah hanya karena calon suami suku Aceh. Luar biasa perjuangannya sampai
akhirnya disetujui karena saya selamat dari peristiwa tsunami dan orang tua
saya ingin melihat saya bahagia…
Saat
menikah kami memutuskan hanya akad nikah saja tanpa pesta dikedua belah pihak
karena bagi kami uang itu lebih kami butuhkan untuk membina keluarga karena
kami bukan berasal dari keluarga yang kaya raya. Keputusan ini sempat mendapat
tantangan dari kedua belah pihak keluarga, tetapi kami tetap meyakinkan
keluarga masing-masing dan meminta pengertian kedua orang tua. Kami tidak ingin
terlihat mewah dalam pesta tetapi berkedok ngutang sana sini untuk membiayai
pesta tersebut. Biarlah seluruh dunia mencemooh (hiperbola dikit ya) kami karna
tidak pesta dan dikategorikan miskin tak apa-apa yang penting akad nikah
terlaksana.
Beruntung
juga kami memiliki teman yang mau membantu kami meminjamkan mobil untuk membawa
dara baro ke Mesjid Baiturrahman. Ya akad nikah dilaksanakan di Aceh karena
Mesjid ini saksi sejarah yang turut andil melindungi dan menjadi tempat yang
menyelamatkan saya dari peristiwa tsunami dan saya ingin momen pernikahan ini berada
di masjid bersejarah dalam hidup saya.
Ini
peristiwa yang paling lucu dan konyol. Karena miss persepsi antara supir dengan
saya, akhirnya mobil hanya mengantar kan rombongan dara baro ke masjid, tetapi
saya tidak bisa di jemput karena saat itu berada di tempat rias pengantin.
Akhirnya karena sudah jam menunjukkan untuk acara akad di mulai dan mobil tidak
ada, saya pun meminjam mobil pick kantor dan menuju masjid raya dengan mobil
pickup dengan 4 orang berada di dalam mobil saya, rias pengantin dan Bapak Kost
termasuk supir. Saya masih teringat dengan tertawa khasnya bang isa yang
sepanjang perjalan tertawa selalu karena melihat saya. Dia mengatakan
“sepanjang hidup saya ini pernikahan paling “texas” yang saya jumpai. Dara baro
sudah dandan cantik dan bagus naik mobil pick up plus empat orang di dalamnya”
berdesakan lagi dan kami terus bicara sambil tertawa dengan lucu dan ntah
apalah namanya. Saat menulis ini saja saya tersenyum bila mengingatnya. Waktu
itu saya tidak perduli karena yang saya pikirkan saya harus tiba di masjid
untuk prosesi akad nikah terserah mau naik pick up kek, becak kek, apa kek,
tidak jadi soal. Baru nyadar ternyata saya cuek banget ya….pasti kalo ketemu
bang isa dan dia lihat saya dia akan tertawa geli jika mengingat peristiwa itu.
Ketawa dulu ah…hahahaha….
Setelah
akad nikah selesai, ya sudah tidak ada acara pesta apapun. Saya dan suami
menempati kamar kost suami karena saat itu memang kami tidak banyak duit.
Dikamar yang pengab tidak ada jendela, dengan kasur lajang setipis-tipisnya
itulah kami tinggal. Tidak ada honey moon di hotel mewah atau apapun. Saat itu
suami saya sampai sedih karena dia merasa tidak bisa membahagiakan saya. Saya
nya mah bilang, tidak apa-apa, saya kan tidak nuntut itu. Kalo saya nuntut itu
pasti saya gak akan milih abang, udah tahu miskin ngapain saya pilih. Ceplos
saya…akhirnya suami pun tertawa iya juga ya. Tapi waktu itu tetap aja ada rasa
sedikit sedih, masa honey moon nya begini ya gak kayak kisah Cinderella (karna
saya masih manusia kelezzzz) Rasa itu harus ditepis karena inikan keputusan
saya sendiri untuk menikah dengan orang yang saya cintai. Bukan karena harta,
bukan karena jabatan dan bukan karena harta warisan…Niatnya membangun keluarga
sakinah mawaddah.
Enam
bulan tinggal dirumah kost, akhirnya kami bisa menyewa rumah seiring dengan
diterimanya saya bekerja dengan gaji lumayan cukup sebagai peneliti lapangan
dan suami juga bekerja dengan gaji yang lebih dari cukup untuk kami berdua.
Sedikit demi sedikit kehidupan mulai membaik. Dua tahun menikah baru
dipercayakan memiliki anak. Tiga tahun menyewa rumah, akhirnya kami bisa
membeli rumah tipe 45. Lima tahun menikah kami memiliki anak kedua. Meskipun
saat ini masih dengan sepeda motor untuk berempat kami sangat menikmatinya dan
bersyukur. Jika kami balik mengingat masa-masa perjuangan menikah, kami akan
tertawa lucu karena mengingat semuanya. Ya semuanya diawali dari keterbatasan
dana, keterbatasan tempat, keterbatasan sumber daya. Kami hanya punya keyakinan
bahwa rezeki anak manusia sudah ada tinggal bagaimana caranya kita menyiapkan
tool untuk mengambilnya.
Waktu
memutuskan menikah saat itu tanpa kemapanan apapun, kami hanya bermodalkan
keyakinan dan niat bahwa yang kami lakukan untuk mencapai Ridha Tuhan.
Jadi
bagi yang ingin menikah tapi tidak punya dana jangan takut dan berputus asa.
Jika menikah diniatkan karena Allah SWT, maka Allah akan membantu kita. Hanya
saja kita yakin tidak dengan pertolongan-Nya. Yuk….jangan takut
menikah….perbaiki niat dan teruslah berusaha dan belajar dari proses kehidupan.
Menikah
bukan soal mapan atau tidak tetapi menikah soal tujuan jangka panjang....
Alhamdulillah
10 tahun sudah dilalui dengan berbagai suka dan duka serta peristiwa. Hanya
berdoa semoga perjalanan ini sampai ke terminal akhirnya nanti bersama, berdua.
Aamiin
Thanks
buat teman-teman di Matahari dulu, kalian tetap kan ku ingat sepanjang waktu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar