Di Indonesia,
seringkali kita rancu dan bingung dengan istilah Talented dan Gifted
yang keduanya diterjemahkan dengan kata Bakat. Kadangkala anak yang
jenius ber IQ tinggi juga disebut dgn istilah berbakat. Apa sebenarnya
yang membuat rancu?
Sebutan anak berbakat di Indonesia
sebetulnya mengacu pada istilah Gifted yang biasa digunakan di Amerika,
yaitu anak-anak yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata anak-anak
nornal, dengan batasan menurut Renzuli yaitu IQ di atas 130, dengan
kreativitas, motivasi dan ketahanan kerja yang tinggi.
Namun
istilah anak berbakat ini di Indonesia menjadi membingungkan dengan
istilah talented children yang jika dibahasa Indonesia-kan menjadi juga
anak berbakat. Padahal batasan talented children ini TIDAK mengacu pada
batasan inteligensia di atas 130, hanya saja ia mempunyai salah SATU
atau BEBERAPA BIDANG PRESTASI YANG MENONJOL yang melebihi rata rata.
Itupun tidak selalu dalam prestasi akademis.
Padahal bisa saja
seorang anak yang mengalami gangguan inteligensia yang luas seperti
misalnya para autis-savant dengan IQ dibawah rata-rata anak nornal
(kurang dari 80) namun mempunyai talent yang Iuar biasa, Namun anak ini
tidak dapat dikatakan sebagai anak gifted. Karena gifted memakai ukuran
intelegensia sementara talented memakai ukuran performa.
Kisah Gillian
Dalam sebuah Pidatonya, Sir Ken Robinson bercerita. "Hal ini diawali
dari sebuah pembicaraan saya dengan seorang wanita yang sangat
mengagumkan yang mungkin kebanyakan orang tdak pernah mendengar namanya,
dia bernama Gillian Lynne, ada yang pernah dengar? Beberapa pernah. Dia
dalah seorang penata tari dan semua orang tahu karyanya. Dia
mengerjakan "Cats," dan "Phantom of the Opera." Dia mengagumkan. Saya
pernah menjadi bagian dari manajemen Royal Ballet, di Inggris, seperti
yang anda lihat. Jadi, suatu hari Gillian dan saya sedang makan siang
dan saya berkata, "Gillian, bagaimana anda menjadi seorang penari?" Dan
dia berkata itu adalah hal yang menarik, ketika dia masih bersekolah,
dia tidak dapat diharapkan. Dan sekolah, pada tahun 30an, menulis kepada
orangtuanya dan berkata, "Kami berpikir Gillian memiliki kekacauan
belajar," Dia tidak bisa berkonsentrasi, selalu gelisah. Saya pikir
sekarang mereka akan berkata bahwa dia memilik ADHD (Attention-Deficit
Hyperactive Disorder = penyakit kurang perhatian dan hiperaktif). Iya
kan? Tetapi ini tahun 1930an, dan ADHD belum ditemukan pada saat itu.
ADHD bukanlah kondisi yang tersedia. Orang-orang tidak sadar bahwa
mereka dapat memiliki ADHD.
Jadi, Gillian pergi menemui
spesialis. Di dalam ruang berlapis kayu oak Dan dia di sana bersama
ibunya, dan dia dibawa dan didudukkan di sebuah kursi di ujung ruangan,
dan dia duduk di atas tangannya selama 20 menit sementara sang spesialis
berbicara dengan ibunya mengenai semua permasalahan yang Gillian
dapatkan di sekolah. Dan akhirnya -- karena Gillian selalu mengganggu
orang lain, pekerjaan rumahnya selalu terlambat dan lain-lain, anak
berusia delapan tahun -- pada akhirnya, dokter ini duduk di sebelah
Gillian dan berkata, "Gillian, saya telah mendengarkan semua hal yang
ibumu sampaikan, dan saya butuh untuk berbicara dengannya sendirian."
Dokter itu berkata, "Tunggu di sini, kami akan kembali, kami tidak akan
lama." dan mereka pergi dan meninggalkannya. Tetapi saat dokter dan
ibunya pergi meninggalkan ruangan, sang dokter menyalakan radio yang
berada diatas meja. Dan saat mereka keluar dari ruangan, sang dokter
berkata kepada ibu Gillian, "Berdiri di sini dan lihatlah Gillian."
Seketika mereka meninggalkan ruangan, Gillian berkata, Gillian langsung
berdiri, bergerak mengikuti irama musik. Dokter dan ibu Gillian
memperhatikan itu selama beberapa menit dan sang dokter berkata kepada
ibu Gillian, "Nyonya Lynne, Gillian tidak sakit, dia seorang penari.
Bawa dia ke sekolah tari."
Saya berkata, "Apa yang lalu
terjadi?" Gillian berkata, "Ibu saya melakukannya. Saya tidak dapat
berkata bagaimana indahnya waktu itu. Kami berjalan masuk ke dalam
ruangan dan ruangan itu penuh dengan orang-orang seperti saya.
Orang-orang yang tidak dapat berdiri diam. Orang-orang yang harus
bergerak untuk berpikir." Orang-orang yang harus bergerak untuk
berpikir. Mereka melakukan balet, tap, jazz, mereka melakukan tari
modern, tari kontemporer. Gillian akhirnya diaudisi untuk Royal Ballet
School, dia menjadi seorang solois, dia memiliki karir yang mengagumkan
di Royal Ballet. Akhirnya dia lulus dari Royal Ballet School dan
mendirikan perusahaannya sendiri, Gillian Lynne Dance Company, bertemu
Andrew Lloyd Weber. Dia menghasilkan beberapa produksi karya teater
musikal yang sangat sukses dalam sejarah, dia memberikan hiburan kepada
jutaan orang, dan dia menjadi seorang jutawan. Orang lain mungkin akan
memberikan dia pengobatan dan menyuruh dia untuk lebih tenang.
Dari cerita di atas, lebih jauh, Sir Ken Robinson mengatakan, "kita
sampai pada kesimpulan bahwa tujuan utama dari pendidikan publik di
seluruh dunia adalah untuk menghasilkan profesor universitas. Sistem
pendidikan kita dilandasi oleh ide kemampuan akademis. Mengapa? Yang
pertama, urutan subyek matapelajaran teratas seperti matematika, ipa dll
dianggap sebagai urutan teratas agar anak-anak bisa bekerja nantinya,
sementara matapelajaran pada urutan terbawah seperti menari, memasak dll
dianggap sebagai ekstrakurikuler dan dihindari krn tidak menentukan
pekerjaan masa depan. Yang kedua, bahwa kemampuan akademis telah
mendominasi cara pandang kita akan kecerdasan, karena universitas
mendesain sistem dengan citra mereka. Jika anda berpikir, keseluruhan
sistem pendidikan publik di seluruh dunia adalah proses yang
berlarut-larut dalam rangka persiapan masuk universitas sejak dari
Playgroup dan TK. Itulah mengapa sejak TK, akademik digegas. Dan
akibatnya adalah banyak orang-orang berbakat hebat, cemerlang dan
kreatif berpikir, mereka tidak bisa apa-apa, karena hal-hal yang mereka
lakukan dengan baik di sekolah tidak dihargai atau bahkan dianggap
buruk. Dan saya pikir kita tidak bisa terus seperti itu."
So?
Kerancuan ini karena berawal dari asumsi ukuran kesuksesan peserta didik
yang diukur dari aspek prestasi intelegensia intelektual dari akademis
semata, bukan aspek performance achievement dari talents. Jadi semua
kerancuan istilah anak berbakat, karena diartikan dengan bakat dalam
intelegensia (intelektual akademik) oleh mereka yang mengagumi otak.
Mari kita simak definisi-definisi tentang istilah yang diartikan sebagai Bakat. .
GIFTED vs TALENTED
Bila mengacu pada istilah yang digunakan di Eropa, maka istilah Gifted
yang biasa digunakan oleh Amerika, Eropa biasa menggunakan istilah High
Ability (intelegensia), yaitu anak-anak yang mempunyai potensi tinggi,
dalam bahasa Belanda biasa digunakan istilah hoogbegaafd, Hal ini untuk
membedakan antara pengertian masa lalu bahwa anak-anak gifted adalah
anak-anak yang mempunyai prestasi di atas rata-rata (high ability -
aspek intelegensia), namun pada kenyataannya setengah dari populasi anak
gifted mempunyai prestasi di bawah dari potensi yang bisa diharapkan,
dengan kata lain ia mengalami prestasi rendah (underachiever - aspek
kinerja/performance).
Gifted digunakan untuk menjelaskan orang
yang berinteligensi tinggi, berbakat INTELEKTUAL –“gifted”, sementara
Talented untuk menunjukkan orang yang memiliki AKTIFITAS PERFORMANCE
superior – “talents”, atau dapat disebut “specific talents”.
Rama Royani, yang mengembangkan Talents Mapping, secara sederhana
menyebut bakat sebagai aktifitas yang dikerjakan dengan enteng (easy),
enak (enjoy), edun (excellent), enthuk (earn).
Cohn’s(1981)
model membedakan tiga domain keberbakatan, yaitu keberbakatan
intelektual, artistik, dan sosial. F. Gagne (1985) menunjukkan bahwa
gifts vs. talents seharusnya merefleksikan 4 perbedaan psikologis antara
kemampuan (ability) vs. kinerja
(performance). Orang gifted adalah
orang yang berada diatas rata-rata secara distinktif di bidang
intelektual, kreatif, sosio-emosional, sensomotorik, dan kemampuan umum
lainnya. Implikasi kemampuan Model Gane, bahwa seorang underachiever
dapat diklasifikasi sebagai gifted dikaitkan kemampuannya (ability), dan
bukan prestasi kinerjanya (talented).
Talent atau Talenta pada anak-anak gifted (atau juga anak-anak lainnya) dapat dibagi menjadi 4 Domain (Cohn, 1981), yaitu:
1) Intellectual Domain berupa talenta qualitative, spatial, verbal, dan talent lainnya
2) Artistic Domain, yaitu seni, drama, dan lainnya
3) Social Domain, yaitu empathy/altruistic talent, leadership, dan lainnya
4) Other Human Ability Domains, atau specific talent dimensions,
GIFTED CHILD vs BRIGHT CHILD
Sedang anak cerdas dalam istilah berbahasa Inggris disebut Bright
Child, Ia berbeda dengan anak-anak gifted, karena Bright Children
sekalipun ia mempunyai IQ melebihi rata-rata, namun Bright Children
mempunyai kreativitas sebagaimana anak-anak pada umumnya. Cognitive
style atau gaya berfikir Bright Children juga berbeda dengan Gifted
Children. Bright Children mempunyai cognitive style yang sekuensial
sedang cognitive style Gifted Children merupakan gaya belajar yang
simultan atau biasa juga disebut
gestalt style.
Gifted Children kebanyakan juga anak-anak yang visual leamer (dapat dibaca pada Web si Entong http://si-entong.blogspot.com/2004/09/dongeng-si-entong-anakku.html).
Sebagai perbandingan sederhana dari seorang Bright Child vs seorang Gifted Child:
Knows the answers vs Asks the questions
Is interested vs Is very curious
Pays attention vs Gets involved mentally and physically
Works hard vs Can be inattentive and still get good grades and test scores
Answers the questions vs Questions the answers
Enjoys same-age peers vs Prefers adults or older children
Learns easily vs Often already knows the answers
Is self-satisfied (when gets right answer) vs Is highly self-critical (perfectionists)
Is good at memorizing vs Is good at guessing
GENIUS
Istilah jenius biasa diberikan pada anak-anak yang mempunyai kemampuan luar biasa,
dalam bahasa Inggris sering digunakan istilah Exceptional Gifted Children, dengan IQ di
atas 160. Genius ialah anak yang memiliki kecerdasan luar biasa,
sehingga dapat menciptakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya.
Ukurannya lagi-lagi adalah Intelligence Quotien-nya (IQ), yang berkisar
antara 140 sampai 200. Anak genius memiliki sifat-sifat positif sebagai
berikut; daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak ide, sangat
kritis, sangat kreatif, suka menganalisis, dan sebagainya. Saya kira
dengan mengabaikan IQ, kita bisa sepakat setiap anak normal yang lahir
pasti memiliki bawaan banyak ide, sangat kritis, sangat kreatif dan suka
menganalisis.
Di samping memiliki sifat-sifat positif juga
memiliki sifat negatif, diantaranya; cenderung hanya mementingkan
dirinya sendiri (egois), temperamennya tinggi sehingga cepat bereaksi
(emosional), tidak mudah bergaul, senang menyendiri karena sibuk
melakukan penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain.
Sepanjang sejarah banyak anak genius yang cemerlang ketika anak-anak
bahkan dapat kuliah ketika usia muda kemudian "menghilang" secara sosial
ketika dewasa.
IMPLIKASI
Undang-undang no. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat 4 menyatakan bahwa
“Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus”. Perlunya perhatian khusus kepada
anak CIBI (Cerdas Istimewa, Bakat Istimewa) merupakan salah satu upaya
untuk mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal.
Namun yang dimaksud bakat istimewa dan cerdas istimewa pada UU no 20
tersebut adalah anak2 luarbiasa pada area intelegensia intelektual
akademik sebagaimana istilah Gifted dan Genius. Dalam prakteknya,
treatment yang dilakukan adalah program AKSELERASI AKADEMIS untuk
anak-anak yang GENIUS termasuk Bright Child atau program SPECIAL NEEDS
bagi yang GIFTED.
Diperkirakan terdapat sekitar 2,2% anak usia
sekolah memiliki kualifikasi CIBI. Menurut data BPS tahun 2006 terdapat
52.989.800 anak usia sekolah. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak
CIBI di Indonesia. Berdasarkan data Asossiasi CIBI tahun 2008/9, Jumlah
siswa CIBI yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat
kecil, yaitu 9551 orang yang berarti baru 0,9% siswa CIBI yang
terlayani. Ditinjau dari segi kelembagaan, dari 260.471 sekolah, baru
311 sekolah yang memiliki program layanan bagi anak CIBI. Itupun baru
terbatas program yang berbentuk akselerasi. Sedangkan di madrasah, dari
42.756 madrasah, baru ada 7 madrasah yang menyelenggarakan program
aksel. Ini berarti masih sangat rendah sekali jumlah sekolah/madrasah
yang memberikan layanan pendidikan kepada siswa CIBI, serta keterbatasan
dari ragam pelayanan
Apakah selebihnya semuanya berbakat
akademis? Lalu bagaimana dengan anak2 yang memiliki TALENTS yang BUKAN
BAKAT INTELEKTUAL AKADEMIS? Apakah sistem pendidikan kita mengakomodasi
potensi bakat mereka? Apakah ini diskriminasi? Dunia hari ini dan masa
depan adalah dunia yang dipenuhi oleh berbagai talents. Sistem
pendidikan memang sebaiknya direvolusi secara mengakar agar tidak
berorientasi akademis semata. Sistem pendidikan demikian menyalahi
fitrah manusia.
KESIMPULAN
Jadi dalam uraian di atas,
bahwa setiap anak adalah Talented dan Genius dalam bidangnya
masing-masing bukan dalam ukuran intelegensia (intelektual akademis),
tetapi dalam ukuran performance (amal) sebagaimana Allah telah gariskan
menjadi purpose of creation (potensi produitif - fitur unik).
Talent, sebagaimana ucapan Sir Ken Robinson, “Saya bertemu berbagai
macam orang yang tidak menikmati apa yang mereka lakukan. Mereka
hanyalah menjalani hidup mereka melewati hari demi hari. Mereka tidak
memperoleh kepuasan besar dari apa yang mereka lakukan. Mereka bertahan
dan tabah, bukannya menikmatinya, dan menunggu akhir minggu tiba.
Talent sesungguhnya adalah unsur utama dari sumber daya manusia (SDM),
SDM ini seperti sumber daya alam; mereka seringkali tertimbun dalam.
Anda harus mencarinya. Dan mereka tidaklah berada di permukaan. Anda
harus menciptakan situasi di mana mereka dapat mencuat dan muncul. Dan
seperti yang anda dapat bayangkan pendidikan adalah caranya. Tapi
seringkali sistem pendidikan yang ada tidak mampu. Setiap sistem
pendidikan di dunia sedang direformasi saat ini dan ini tidaklah cukup.
Reformasi tidak lagi berguna, karena itu hanya meningkatkan sebuah model
yang rusak. Apa yang kita butuhkan -- dan kata ini telah digunakan
berkali-kali dalam beberapa hari belakangan -- bukanlah evolusi,
melainkan revolusi dalam bidang pendidikan. (Sistem pendidikan yang ada
sekarang) haruslah ditransformasikan menjadi sesuatu yang lain.”
Dan sesuatu yang lain itu, menurut saya adalah sistem pendidikan
berbasis potensi keunikan bakat, keunikan lokalitas serta akhlak mulia.
Bukankah evaluasi utama pendidikan peradaban atas tujuan peradaban
adalah "performance (amal)" bukan "intelegensia"? Sebagaimana surat
Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”
Salam Pendidikan Masa Depan
copas https://www.facebook.com/groups/millennial/
Blog ini wadah untuk berbagi informasi, curahan hati, gejolak pemikiran dan perasaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menikah Belum Mapan? Siapa Takut?
Beberapa hari lalu di timeline fb saya ada yang memposting isinya “Beruntunglah bagi pasangan yang telah menikah dan mereka berdua memulain...
-
Di Indonesia, seringkali kita rancu dan bingung dengan istilah Talented dan Gifted yang keduanya diterjemahkan dengan kata Bakat. Kadangka...
-
Minggu, 27 April 2014; Banda Aceh Bertemu dengan Ibu Septi adalah sesuatu yang tidak terjadi secara kebutulan menurut saya. Seseorang t...
-
Kalau tidak menjadi pegawai di Departemen Keuangan khususnya Ditjen Pajak, kemungkinan besar aku pasti seperti kebanyakan orang yang tid...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar