Selasa, Juli 23, 2013

Perbedaan Antara Talented, Gifted dan Genius

Di Indonesia, seringkali kita rancu dan bingung dengan istilah Talented dan Gifted yang keduanya diterjemahkan dengan kata Bakat. Kadangkala anak yang jenius ber IQ tinggi juga disebut dgn istilah berbakat. Apa sebenarnya yang membuat rancu?

Sebutan anak berbakat di Indonesia sebetulnya mengacu pada istilah Gifted yang biasa digunakan di Amerika, yaitu anak-anak yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata anak-anak nornal, dengan batasan menurut Renzuli yaitu IQ di atas 130, dengan kreativitas, motivasi dan ketahanan kerja yang tinggi.

Namun istilah anak berbakat ini di Indonesia menjadi membingungkan dengan istilah talented children yang jika dibahasa Indonesia-kan menjadi juga anak berbakat. Padahal batasan talented children ini TIDAK mengacu pada batasan inteligensia di atas 130, hanya saja ia mempunyai salah SATU atau BEBERAPA BIDANG PRESTASI YANG MENONJOL yang melebihi rata rata. Itupun tidak selalu dalam prestasi akademis.

Padahal bisa saja seorang anak yang mengalami gangguan inteligensia yang luas seperti misalnya para autis-savant dengan IQ dibawah rata-rata anak nornal (kurang dari 80) namun mempunyai talent yang Iuar biasa, Namun anak ini tidak dapat dikatakan sebagai anak gifted. Karena gifted memakai ukuran intelegensia sementara talented memakai ukuran performa.

Kisah Gillian

Dalam sebuah Pidatonya, Sir Ken Robinson bercerita. "Hal ini diawali dari sebuah pembicaraan saya dengan seorang wanita yang sangat mengagumkan yang mungkin kebanyakan orang tdak pernah mendengar namanya, dia bernama Gillian Lynne, ada yang pernah dengar? Beberapa pernah. Dia dalah seorang penata tari dan semua orang tahu karyanya. Dia mengerjakan "Cats," dan "Phantom of the Opera." Dia mengagumkan. Saya pernah menjadi bagian dari manajemen Royal Ballet, di Inggris, seperti yang anda lihat. Jadi, suatu hari Gillian dan saya sedang makan siang dan saya berkata, "Gillian, bagaimana anda menjadi seorang penari?" Dan dia berkata itu adalah hal yang menarik, ketika dia masih bersekolah, dia tidak dapat diharapkan. Dan sekolah, pada tahun 30an, menulis kepada orangtuanya dan berkata, "Kami berpikir Gillian memiliki kekacauan belajar," Dia tidak bisa berkonsentrasi, selalu gelisah. Saya pikir sekarang mereka akan berkata bahwa dia memilik ADHD (Attention-Deficit Hyperactive Disorder = penyakit kurang perhatian dan hiperaktif). Iya kan? Tetapi ini tahun 1930an, dan ADHD belum ditemukan pada saat itu. ADHD bukanlah kondisi yang tersedia. Orang-orang tidak sadar bahwa mereka dapat memiliki ADHD.

Jadi, Gillian pergi menemui spesialis. Di dalam ruang berlapis kayu oak Dan dia di sana bersama ibunya, dan dia dibawa dan didudukkan di sebuah kursi di ujung ruangan, dan dia duduk di atas tangannya selama 20 menit sementara sang spesialis berbicara dengan ibunya mengenai semua permasalahan yang Gillian dapatkan di sekolah. Dan akhirnya -- karena Gillian selalu mengganggu orang lain, pekerjaan rumahnya selalu terlambat dan lain-lain, anak berusia delapan tahun -- pada akhirnya, dokter ini duduk di sebelah Gillian dan berkata, "Gillian, saya telah mendengarkan semua hal yang ibumu sampaikan, dan saya butuh untuk berbicara dengannya sendirian." Dokter itu berkata, "Tunggu di sini, kami akan kembali, kami tidak akan lama." dan mereka pergi dan meninggalkannya. Tetapi saat dokter dan ibunya pergi meninggalkan ruangan, sang dokter menyalakan radio yang berada diatas meja. Dan saat mereka keluar dari ruangan, sang dokter berkata kepada ibu Gillian, "Berdiri di sini dan lihatlah Gillian." Seketika mereka meninggalkan ruangan, Gillian berkata, Gillian langsung berdiri, bergerak mengikuti irama musik. Dokter dan ibu Gillian memperhatikan itu selama beberapa menit dan sang dokter berkata kepada ibu Gillian, "Nyonya Lynne, Gillian tidak sakit, dia seorang penari. Bawa dia ke sekolah tari."

Saya berkata, "Apa yang lalu terjadi?" Gillian berkata, "Ibu saya melakukannya. Saya tidak dapat berkata bagaimana indahnya waktu itu. Kami berjalan masuk ke dalam ruangan dan ruangan itu penuh dengan orang-orang seperti saya. Orang-orang yang tidak dapat berdiri diam. Orang-orang yang harus bergerak untuk berpikir." Orang-orang yang harus bergerak untuk berpikir. Mereka melakukan balet, tap, jazz, mereka melakukan tari modern, tari kontemporer. Gillian akhirnya diaudisi untuk Royal Ballet School, dia menjadi seorang solois, dia memiliki karir yang mengagumkan di Royal Ballet. Akhirnya dia lulus dari Royal Ballet School dan mendirikan perusahaannya sendiri, Gillian Lynne Dance Company, bertemu Andrew Lloyd Weber. Dia menghasilkan beberapa produksi karya teater musikal yang sangat sukses dalam sejarah, dia memberikan hiburan kepada jutaan orang, dan dia menjadi seorang jutawan. Orang lain mungkin akan memberikan dia pengobatan dan menyuruh dia untuk lebih tenang.

Dari cerita di atas, lebih jauh, Sir Ken Robinson mengatakan, "kita sampai pada kesimpulan bahwa tujuan utama dari pendidikan publik di seluruh dunia adalah untuk menghasilkan profesor universitas. Sistem pendidikan kita dilandasi oleh ide kemampuan akademis. Mengapa? Yang pertama, urutan subyek matapelajaran teratas seperti matematika, ipa dll dianggap sebagai urutan teratas agar anak-anak bisa bekerja nantinya, sementara matapelajaran pada urutan terbawah seperti menari, memasak dll dianggap sebagai ekstrakurikuler dan dihindari krn tidak menentukan pekerjaan masa depan. Yang kedua, bahwa kemampuan akademis telah mendominasi cara pandang kita akan kecerdasan, karena universitas mendesain sistem dengan citra mereka. Jika anda berpikir, keseluruhan sistem pendidikan publik di seluruh dunia adalah proses yang berlarut-larut dalam rangka persiapan masuk universitas sejak dari Playgroup dan TK. Itulah mengapa sejak TK, akademik digegas. Dan akibatnya adalah banyak orang-orang berbakat hebat, cemerlang dan kreatif berpikir, mereka tidak bisa apa-apa, karena hal-hal yang mereka lakukan dengan baik di sekolah tidak dihargai atau bahkan dianggap buruk. Dan saya pikir kita tidak bisa terus seperti itu."

So? Kerancuan ini karena berawal dari asumsi ukuran kesuksesan peserta didik yang diukur dari aspek prestasi intelegensia intelektual dari akademis semata, bukan aspek performance achievement dari talents. Jadi semua kerancuan istilah anak berbakat, karena diartikan dengan bakat dalam intelegensia (intelektual akademik) oleh mereka yang mengagumi otak.

Mari kita simak definisi-definisi tentang istilah yang diartikan sebagai Bakat. .

GIFTED vs TALENTED

Bila mengacu pada istilah yang digunakan di Eropa, maka istilah Gifted yang biasa digunakan oleh Amerika, Eropa biasa menggunakan istilah High Ability (intelegensia), yaitu anak-anak yang mempunyai potensi tinggi, dalam bahasa Belanda biasa digunakan istilah hoogbegaafd, Hal ini untuk membedakan antara pengertian masa lalu bahwa anak-anak gifted adalah anak-anak yang mempunyai prestasi di atas rata-rata (high ability - aspek intelegensia), namun pada kenyataannya setengah dari populasi anak gifted mempunyai prestasi di bawah dari potensi yang bisa diharapkan, dengan kata lain ia mengalami prestasi rendah (underachiever - aspek kinerja/performance).

Gifted digunakan untuk menjelaskan orang yang berinteligensi tinggi, berbakat INTELEKTUAL –“gifted”, sementara Talented untuk menunjukkan orang yang memiliki AKTIFITAS PERFORMANCE superior – “talents”, atau dapat disebut “specific talents”.

Rama Royani, yang mengembangkan Talents Mapping, secara sederhana menyebut bakat sebagai aktifitas yang dikerjakan dengan enteng (easy), enak (enjoy), edun (excellent), enthuk (earn).

Cohn’s(1981) model membedakan tiga domain keberbakatan, yaitu keberbakatan intelektual, artistik, dan sosial. F. Gagne (1985) menunjukkan bahwa gifts vs. talents seharusnya merefleksikan 4 perbedaan psikologis antara kemampuan (ability) vs. kinerja
(performance). Orang gifted adalah orang yang berada diatas rata-rata secara distinktif di bidang intelektual, kreatif, sosio-emosional, sensomotorik, dan kemampuan umum lainnya. Implikasi kemampuan Model Gane, bahwa seorang underachiever dapat diklasifikasi sebagai gifted dikaitkan kemampuannya (ability), dan bukan prestasi kinerjanya (talented).

Talent atau Talenta pada anak-anak gifted (atau juga anak-anak lainnya) dapat dibagi menjadi 4 Domain (Cohn, 1981), yaitu:
1) Intellectual Domain berupa talenta qualitative, spatial, verbal, dan talent lainnya
2) Artistic Domain, yaitu seni, drama, dan lainnya
3) Social Domain, yaitu empathy/altruistic talent, leadership, dan lainnya
4) Other Human Ability Domains, atau specific talent dimensions,

GIFTED CHILD vs BRIGHT CHILD

Sedang anak cerdas dalam istilah berbahasa Inggris disebut Bright Child, Ia berbeda dengan anak-anak gifted, karena Bright Children sekalipun ia mempunyai IQ melebihi rata-rata, namun Bright Children mempunyai kreativitas sebagaimana anak-anak pada umumnya. Cognitive style atau gaya berfikir Bright Children juga berbeda dengan Gifted Children. Bright Children mempunyai cognitive style yang sekuensial sedang cognitive style Gifted Children merupakan gaya belajar yang simultan atau biasa juga disebut
gestalt style.

Gifted Children kebanyakan juga anak-anak yang visual leamer (dapat dibaca pada Web si Entong http://si-entong.blogspot.com/2004/09/dongeng-si-entong-anakku.html).

Sebagai perbandingan sederhana dari seorang Bright Child vs seorang Gifted Child:

Knows the answers vs Asks the questions
Is interested vs Is very curious
Pays attention vs Gets involved mentally and physically
Works hard vs Can be inattentive and still get good grades and test scores
Answers the questions vs Questions the answers
Enjoys same-age peers vs Prefers adults or older children
Learns easily vs Often already knows the answers
Is self-satisfied (when gets right answer) vs Is highly self-critical (perfectionists)
Is good at memorizing vs Is good at guessing

GENIUS

Istilah jenius biasa diberikan pada anak-anak yang mempunyai kemampuan luar biasa,
dalam bahasa Inggris sering digunakan istilah Exceptional Gifted Children, dengan IQ di
atas 160. Genius ialah anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, sehingga dapat menciptakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya. Ukurannya lagi-lagi adalah Intelligence Quotien-nya (IQ), yang berkisar antara 140 sampai 200. Anak genius memiliki sifat-sifat positif sebagai berikut; daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak ide, sangat kritis, sangat kreatif, suka menganalisis, dan sebagainya. Saya kira dengan mengabaikan IQ, kita bisa sepakat setiap anak normal yang lahir pasti memiliki bawaan banyak ide, sangat kritis, sangat kreatif dan suka menganalisis.

Di samping memiliki sifat-sifat positif juga memiliki sifat negatif, diantaranya; cenderung hanya mementingkan dirinya sendiri (egois), temperamennya tinggi sehingga cepat bereaksi (emosional), tidak mudah bergaul, senang menyendiri karena sibuk melakukan penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain. Sepanjang sejarah banyak anak genius yang cemerlang ketika anak-anak bahkan dapat kuliah ketika usia muda kemudian "menghilang" secara sosial ketika dewasa.

IMPLIKASI

Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat 4 menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Perlunya perhatian khusus kepada anak CIBI (Cerdas Istimewa, Bakat Istimewa) merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal.

Namun yang dimaksud bakat istimewa dan cerdas istimewa pada UU no 20 tersebut adalah anak2 luarbiasa pada area intelegensia intelektual akademik sebagaimana istilah Gifted dan Genius. Dalam prakteknya, treatment yang dilakukan adalah program AKSELERASI AKADEMIS untuk anak-anak yang GENIUS termasuk Bright Child atau program SPECIAL NEEDS bagi yang GIFTED.

Diperkirakan terdapat sekitar 2,2% anak usia sekolah memiliki kualifikasi CIBI. Menurut data BPS tahun 2006 terdapat 52.989.800 anak usia sekolah. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak CIBI di Indonesia. Berdasarkan data Asossiasi CIBI tahun 2008/9, Jumlah siswa CIBI yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat kecil, yaitu 9551 orang yang berarti baru 0,9% siswa CIBI yang terlayani. Ditinjau dari segi kelembagaan, dari 260.471 sekolah, baru 311 sekolah yang memiliki program layanan bagi anak CIBI. Itupun baru terbatas program yang berbentuk akselerasi. Sedangkan di madrasah, dari 42.756 madrasah, baru ada 7 madrasah yang menyelenggarakan program aksel. Ini berarti masih sangat rendah sekali jumlah sekolah/madrasah yang memberikan layanan pendidikan kepada siswa CIBI, serta keterbatasan dari ragam pelayanan

Apakah selebihnya semuanya berbakat akademis? Lalu bagaimana dengan anak2 yang memiliki TALENTS yang BUKAN BAKAT INTELEKTUAL AKADEMIS? Apakah sistem pendidikan kita mengakomodasi potensi bakat mereka? Apakah ini diskriminasi? Dunia hari ini dan masa depan adalah dunia yang dipenuhi oleh berbagai talents. Sistem pendidikan memang sebaiknya direvolusi secara mengakar agar tidak berorientasi akademis semata. Sistem pendidikan demikian menyalahi fitrah manusia.

KESIMPULAN

Jadi dalam uraian di atas, bahwa setiap anak adalah Talented dan Genius dalam bidangnya masing-masing bukan dalam ukuran intelegensia (intelektual akademis), tetapi dalam ukuran performance (amal) sebagaimana Allah telah gariskan menjadi purpose of creation (potensi produitif - fitur unik).

Talent, sebagaimana ucapan Sir Ken Robinson, “Saya bertemu berbagai macam orang yang tidak menikmati apa yang mereka lakukan. Mereka hanyalah menjalani hidup mereka melewati hari demi hari. Mereka tidak memperoleh kepuasan besar dari apa yang mereka lakukan. Mereka bertahan dan tabah, bukannya menikmatinya, dan menunggu akhir minggu tiba.

Talent sesungguhnya adalah unsur utama dari sumber daya manusia (SDM), SDM ini seperti sumber daya alam; mereka seringkali tertimbun dalam. Anda harus mencarinya. Dan mereka tidaklah berada di permukaan. Anda harus menciptakan situasi di mana mereka dapat mencuat dan muncul. Dan seperti yang anda dapat bayangkan pendidikan adalah caranya. Tapi seringkali sistem pendidikan yang ada tidak mampu. Setiap sistem pendidikan di dunia sedang direformasi saat ini dan ini tidaklah cukup. Reformasi tidak lagi berguna, karena itu hanya meningkatkan sebuah model yang rusak. Apa yang kita butuhkan -- dan kata ini telah digunakan berkali-kali dalam beberapa hari belakangan -- bukanlah evolusi, melainkan revolusi dalam bidang pendidikan. (Sistem pendidikan yang ada sekarang) haruslah ditransformasikan menjadi sesuatu yang lain.”

Dan sesuatu yang lain itu, menurut saya adalah sistem pendidikan berbasis potensi keunikan bakat, keunikan lokalitas serta akhlak mulia.

Bukankah evaluasi utama pendidikan peradaban atas tujuan peradaban adalah "performance (amal)" bukan "intelegensia"? Sebagaimana surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”

Salam Pendidikan Masa Depan

copas https://www.facebook.com/groups/millennial/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menikah Belum Mapan? Siapa Takut?

Beberapa hari lalu di timeline fb saya ada yang memposting isinya “Beruntunglah bagi pasangan yang telah menikah dan mereka berdua memulain...