Minggu, 26 Desember 2004 tragedi itu terjadi (empat tahun yang lalu). Aku tidak tahu pasti jam berapa gempa dan tsunami terjadi. karena saat itu aku tidak melihat jam. Yang aku ingat, gempa terjadi tatkala aku sedang berada di kamar mandi dan teman-temanku menonton dan mengikuti gerakan senam pagi melalui acara di salah satu statiun TV swasta.
Waktu gempa, aku masih berdiam diri di kamar mandi, namun teriakan dan jeritan temanku memaksa aku keluar. Begitu berada di ruang tamu, teman-temanku lari ke luar rumah. TInggalah aku dan dina (almrh) di dalam yang dengan panik mencari kunci pintu. Dengan terayun-ayun akhirnya kami bisa membuka kunci pintu. Tapi alangkah terkejutnya ketika sudah ke luar rumah, kami lupa membawa kunci pagar. Dan kami pun berdiri di dekat pagar sambil mengucapkan tahmid dan asma Allah. Kami sangat ketakutan karena mobil yang di parkir di teras terdorong mundur oleh ayunan, sedangkan kami berdiri di belakang mobil dan terhalang dengan pagar yang masih terkunci.
Ayunan gempa yang tidak kunjung reda membuat kami panik. Ekspresi ketakutan dan kesedihan tergambar jelas di wajah-wajah kami. Aku menatap teman ku satu persatu dan berfikir ada apa ya? Sebenarnya gempa bukan hal yang asing selama aku di Banda Aceh sejak tahun 1998. Aku sudah terbiasa dengan suasana itu. Tetapi gempa kali ini membuat aku sangat khawatir dan ingin berlalu dari rumah tersebut. (saat itu aku menginap di rumah Wanti, salah seorang sahabatku di Lampaseh kota lr. Nek Bungsu).
Dina yang saat itu mengantongi HP segera mengontak ibu nya yang tinggal di Stabat (SUMUT) tetapi ternyata jaringan terputus. Dina, wanti, Ina dan Keponakan wanti saat itu menangis.Kakak wanti dan Suaminya berusaha menghibur keponakan mereka yang masih berusia 8 tahun yang saat itu menangis. Aku hanya menatap hampa ke arah mereka. Lidahku kelu dan tidak tahu harus mengeluarkan untaian kata-kata apa.
GEmpa yang terjadi saat itu lumayan lama. Waktu pastinya aku tidak tahu karena aku dan teman-teman tidak terpikir untuk menghitung durasinya. Yang aku tahu, gempa tersebut cukup lama dari gempa-gempa yang pernah ku rasakan selama di Aceh.
Gempa yang kian melambat memberikan kesempatan kepada saudara wanti untuk mengambil kunci pagar. Kami menghalanginya karena bagaimanapun ayunan gempa masih terasa. Barang-barang di dalam rumah hancur berantakan jatuh ke lantai.
Setelah berhasil membuka pintu pagar, kakak ipar wanti memindahkan mobil ke pekarangan meunasah. Aku dan Dina duduk di sebelah kiri rumah. Sedangkan wanti, kakaknya dan Ina mendatangi kerumumunan orang di dekat meunasah.
Tidak berapa lama terdengar semacam suara letusan. Kerumunan orang-orang tersebut semuanya berlari mendekati ku. Aku terkejut. Di dalam benakku suara itu adalah ledakan pecahnya tembok sungai yang berada di belakang rumah wanti. Suara hatiku saat itu menyuruhku berlari ke arah jalan besar. Aku menarik tangan Dina untuk ikut bersamaku.
Saat aku berada di ujung gang, aku membalik badan dan melihat Wanti, Ina dan yang lainnya berlari masuk ke rumah. Aku memanggil mereka tetapi itu hanya di dalam hati. karena suara ku tidak keluar dari kerongkongan.
Dina yang saat itu mau berbalik, langsung ku tarik segera berlari ke arah jalan Rama Setia. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi suara hatiku menuntun ku untuk menjauh daerah itu. Sesampainya di ujung jalan, aku melihat orang berlari tanpa arah, mobil patroli polisi dengan sirene yang mengaung-ngaung. Aku sempat bingung dan bertanya-tanya dalam hati, kenapa semua orang berlari dan panik. Sesampainya di Jalan Rama Setia baru aku melihat ombak yang sangat tinggi sekali, gelap, pekat hampir mendekati langit. Saat itu aku langsung teringat dengan film The Day After Tomorrow yang baru beberapa waktu lalu di putar di Bioskop Gajah.
"Aku harus hidup" ujarku. "Aku tidak boleh mati" Aku pasti Selamat" itulah kalimat-kalimat yang selalu ku katakan pada diriku. Sambil berlari aku menyapu pandangan ke semua tempat untuk mencari bantuan. Tetapi aku melihat, tidak ada satupun kenderaan yang berhenti saat di stop. Semua kenderaan penuh dengan orang-orang. Sambil berlari aku berfikir, tidak akan mungkin selamat jika aku berlari. Dan saat itu pinggangku sudah mulai sakit karena berlari-lari.
Kepasrahan pun melanda dan aku hanya bisa berujar bahwa tidak ada kekuatan yang bisa menyelamatkan selain Yang Di Atas. Sambil terus berlari, berdoa dan berusaha, aku melihat sebuah kereta (roda dua) yang di kemudikan oleh seorang gadis. Saat itu aku langsung mengejar kereta tersebut. Tidak berapa lama, kereta tersebut terhenti karena terjebak macet. Saat aku mencoba memegang belakang kereta dan meminta bantuan, ternyata kereta tersebut mendapatkan jalan. Aku pun terseret-seret di belakang kereta dan meminta agar di ijinkan untuk menumpang. Tetapi dia tidak perduli.
Ketika terjebak macet untuk yang ke dua kalinya, aku langsung melompat ke belakang gadis tersebut. Begitu aku berhasil mendapatkan tumpangan, kami pun mendapatkan jalan. Ketika berhasil mendapatkan tumpangan, aku mencari Dina. Ternyata dia jauh sekali di belakang. Aku baru ingat bahwa kami berpisah ketika aku berusaha mencari tumpangan. Aku berteriak kepada dia agar segera lari mendekat dan mengulurkan tanganku. Tapi ternyata kereta segera melaju dan akhirnya aku hanya bisa berteriak agar Dina segera mencari tumpangan. Sepanjang jalan rama setia itu aku berteriak-teriak agar semua pada lari. Tetapi orang-orang memandangi kami sambil heran dan mungkin tidak bertanya-tanya kenapa harus lari?
Begitu sampai di simpang empat jalan perdagangan, Pasar Aceh kereta kami terjatuh. AKu berusaha untuk membantu mendirikan, tetapai suasana jalan yang kacau balau membuat kami di tabarak dan kereta kembali terjatuh. Saat itu aku berbalik dan melihat air sudah berada di kawasan Gedung MUI. Aku langsung mengajak gadis yang bersama ku untuk lari.
Tetapi dia tidak mau meninggalkan keretanya. karena air sudah dekat, aku segera berlari. Saat itu aku sudah tidak sanggup lagi dan tidak tahu harus lari ke mana. Akhirnya aku terus berlari tanpa tujuan. Begitu melihat Mesjid Raya aku langsung berbelok arah dan lari memasuki Mesjid Raya. Sesampainya di tangga mesjid, aku melihat air sudah memasuki pekarangan Mesjid. Aku saat itu paranoid dan terus berlari mencari tempat yang tinggi.
Aku naik berada di lantai 3 Mesjid dan melihat air lewat jendela Mesjid. Bingung sebenarnya apa yang terjadi. Dari mana asalnya air tersebut. Tidak ada satu orangpun yang tahu kejadian apa hari itu. Aku melihat banyak orang yang selamat tapi terluka berdesakan-desakan dalam mesjid.
Akhirnya aku selamat karena berada di dalam Mesjid dan keluar dari Mesjid Jam 2 Siang itu pun karena sudah di suruh keluar sama Nazir Mesjid takut Mesjid Ambruk karena ayunan gempa masih terasa.
Saat aku tahu apa yang terjadi, sahabat-sahabat setia-ku sudah pergi untuk selamanya.
Begitu aku sadar apa yang terjadi aku menyesal tidak mengikuti suara hatiku. Seandainya menuruti suara hatiku tentu aku bisa menyelematkan sahabat-sahabatku. Acara yang dibuat untuk perpisahanku karena sudah lulus kuliah, ternyata adalah acara perpisahan selama-nya.
Shock, Menyesal karena dari 8 orang yang ada di rumah tersebut hanya aku yang selamat membuatku depresi dan tidak memafkan diriku sendiri. Untuk menjadi seperti sekarang ini membutuhkan perjuangan yang berat dan dukungan dari berbagai pihak. Dab aku sudah bisa berdamai dengan semua ini.
Selamat jalan Sobat, Insya Allah kita akan bertemu lagi di tempat yang lebih baik daripada di dunia ini. Tawa, canda,menangis, duka dan pengalaman kita selama di bangku kuliah akan menajdi kenangan yang akan abadi dan tetap menjadi kenangan manis dan terindah dalam hidupku.
Untuk sahabatku Tercinta : Dina Junianti, Wanti Saibah, Fadlina Dewi semoga Allah memberikan tempat yang terbaik untuk kalian. Amin
Banda Aceh, 26 Desember 2008
Blog ini wadah untuk berbagi informasi, curahan hati, gejolak pemikiran dan perasaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menikah Belum Mapan? Siapa Takut?
Beberapa hari lalu di timeline fb saya ada yang memposting isinya “Beruntunglah bagi pasangan yang telah menikah dan mereka berdua memulain...
-
Di Indonesia, seringkali kita rancu dan bingung dengan istilah Talented dan Gifted yang keduanya diterjemahkan dengan kata Bakat. Kadangka...
-
Minggu, 27 April 2014; Banda Aceh Bertemu dengan Ibu Septi adalah sesuatu yang tidak terjadi secara kebutulan menurut saya. Seseorang t...
-
Kalau tidak menjadi pegawai di Departemen Keuangan khususnya Ditjen Pajak, kemungkinan besar aku pasti seperti kebanyakan orang yang tid...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar